Bank Syariah
Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.
Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.
Perbankan Syariah
Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi
Sebenarnya menurut agama lain pun ditemui larangan riba. Berikut beberapa uraian tentang bunga dan riba menurut sejarah dan beberapa agama.
I. Yunani
A. Plato: (427-347 SM)
- Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat
- Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin
B. Aristoteles (384-322 SM)
- Fungsi uang adalah sebagai alat tukar bukan alat menghasilkan tambahan melalui bunga – “ ……istilah riba yang berarti lahirnya uang dari uang, diterapkan kepada pengembangbiakan uang karena analogi keturunan dan orang tua. Dibanding dengan semua cara mendapatkan uang, cara seperti ini adalah yang paling tidak alami” (Politics, 1258)
II. Yahudi
Kitab Eksodus ( Keluaran 22-25):
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”
III. Kristen
1. Lukas 6 : 34-35
“Dan janganlah kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? ……………. dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan……….“
2. Pandangan para pendeta dan sarjana kristen berbeda dengan Lukas
6: 34-35 dan pendapat mereka terbagi menjadi 3 periode, yaitu:
a. Pandangan Pendeta Awal (abad I-XII)
- Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan di awal.
- Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
- Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
- Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
b. Pandangan Para Sarjana Kristen (abad XII-XV)
- Bunga dibedakan menjadi interest dan usury.
- Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.
- Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung niat si pemberi utang.
c. Pandangan Para Reformis Kristen (abad XVI- tahun 1836)
- Dosa apabila bunga memberatkan.
- Uang dapat membiak (bertentangan dengan Aristoteles).
- Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
- Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
IV. Islam
Kitab Al-Qur’an melarang riba, antara lain:
a. Al-baqarah : 278-279
“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”
b. Ali- Imran : 130
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”
c. An-nisaa : 130
“…………dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil…………….”
d. Ar-ruum : 39
“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah……..”
Selain dalam Al-Qur’an, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.
Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.
Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah
KEUNIKAN PERBANKAN SYARIAH
Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan pengawasan bagi Bank syariah
Perbedaan mendasar tersebut terutama:
b. Perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank.
c. Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema PLS dengan instrumen nisbah bagi hasil.
Langkah penting untuk mengatasi masalah unik dari sistem bagi hasil misalnya : moral hazard (tindakan yang dilakukan oleh penerima amanat yang bertentangan dengan kesepakatan awal dalam menjalankan amanat yang diterimanya), asymmetric information (ketidakseimbangan informasi antara pemberi amanat dan yang diberi amanat, di mana pihak yang diberi amanat memiliki informasi yang lebih banyak ketimbang pihak yang memberi amanat), dll adalah dengan cara:
a. penerapan good governance (tata kelola yang baik)
b. ketentuan disclosure dan transparansi keuangan
c. pengembangan skema insentif yang optimal dll
Jenis Produk Bank Syariah
Jenis produk Bank Syariah akan tergantung pada fungsi pokok bank syariah. Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat terdiri dari:
1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding)
2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)
3. Pelayanan Jasa (Service)
Dalam bank syariah produk-produk penghimpunan dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:
a. Wadiah yaitu akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan.
b. Mudharabah yaitu akad usaha dimana salah satu pihak memberikan modal (Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya memberikan keahlian (Mudharib) dengan nisbah yang disepakati dan apabila terjadi kerugian , maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut.
Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Mudharabah mutlaqah (investasinya tidak terikat).
b) Mudharabah muqayyadah: investasinya terikat (tertentu).
Selanjutnya di PSAK no 59 paragraf 8 dan 9 secara rinci dijelaskan pengertian dari kedua jenis Mudharabah ini.
08 Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya
09 Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan objek investasi.
Contoh batasan tersebut, misalnya:
a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya
b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga
Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding) terdiri dari:
1. Giro adalah
- simpanan yang dapat diambil sewaktu-waktu atau berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek atau kartu ATM sebagai media/alat penarikan.
- dapat dibuka oleh perorangan atau perusahaan.
- Cek dapat berbentuk tunai atau melalui rekening (account payable).
Sesuai dengan penjelasan tentang 2 akad diatas, maka giro menggunakan akad Wadiah.
2. Simpanan/tabungan:
- simpanan yang dapat diambil berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat penarikan.
- Buku tabungan merupakan bukti pemilikan dari pemegang rekening.
- Terdapat aturan tentang setoran pertama dan saldo minimal.
Kedua jenis akad di atas dapat dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan menurut akadnya dibagi menjadi:
- Simpanan Wadiah dan
- Simpanan Mudharabah
3. Deposito
- simpanan untuk jangka waktu tertentu yang dapat diambil setelah jangka waktu tertentu.
- menggunakan bilyet sebagai tanda bukti simpanan.
- mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan tiap akhir bulan.
Akad yang dapat dipakai dalam Deposito adalah Mudharabah.
Catatan:
*) Bila akad yang dipakai adalah Mudharabah muqayyadah, maka:
- nasabah meminta Bank untuk menyalurkan dananya kepada projek atau nasabah tertentu.
- Atas tugas ini bank dapat memperoleh fee atau porsi keuntungan.
- Keuntungan yang diperoleh dari penyaluran dana ini dibagi antara nasabah sebagai pemilik modal (Sahibul Mal) dan pelaksana projek sebagai mudharib (orang yang memberikan keahlian)
- Pola seperti ini dalam dunia perbankan disebut chanelling bukan executing
Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing) dibagi menjadi 3 kategori besar:
1. Jual-beli
2. Bagi Hasil/Untung
3. Sewa
1. Jual-beli
Produk jual-beli dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Murabahah
b. Salam dan salam parallel
c. Istishna dan istishna paralel
Penjelasan dari masing-masing produk disajikan berikut ini:
a. Murabahah
- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli dimana Bank bertindak selaku penjual dan nasabah selaku pembeli
- Harga beli diketahui bersama dan tingkat keuntungan untuk Bank disepakati dimuka
- Dalam fiqih klasik murabahah dilakukan secara tunai, dalam praktik perbankan nasabah dapat membayar secara angsuran dan untuk antisipasi kemacetan, Bank dapat meminta jaminan
- Dalam fiqih klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual pertama. Dalam perbankan syariah barang dapat dikirim langsung kepada nasabah atau nasabah membeli sendiri selaku wakil Bank dalam membeli
- Bank dapat meminta uang muka dari nasabah untuk pembelian barang tersebut secara murabahah
- Bila nasabah membayar tepat waktu atau melunasi sebelum jatuh tempo, nasabah dapat meminta keringanan (diskon) bila Bank menyetujui b. Salam dan salam paralel
- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan dimuka dengan syaratsyarat tertentu
- dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku pembeli sedangkan nasabah bertindak selaku penjual. Uang pembelian diberikan dimuka kepada nasabah
- Karena barang akan dikirimkan kemudian, maka nasabah selaku penjual berhutang kepada bank
- Biasanya diterapkan untuk pembiayaan produk pertanian atau produk-produk yang terstandarisasi
- Bank hanya mendapat keuntungan apabila komoditi yang dikirim oleh nasabah dijual dengan harga yang lebih tinggi
- Bank dapat menjual barang tersebut sebelum jatuh tempo kepada pihak lain dengan cara yang sama (salam), tapi tidak boleh dikaitkan dengan salam yang pertama. Bila hal ini yang terjadi maka salamnya adalah Salam paralel
- Apabila dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dikhawatirkan terkena riba
- Apabila nasabah gagal (wan prestasi, default) dalam menyerahkan barang yang dipesan, maka kewajiban terhadap bank tidak berubah. Penyerahan barang harus tetap dilakukan walaupun harus ditunda karena kegagalan
- Jika bank setuju, modal bank dikembalikan senilai ketika pertama kali diberikan
c. Istishna dan istishna parallel
- hampir sama dengan salam tetapi berbeda pada objek yang dibiayai dan cara pembayarannya
- Pada Salam objek yang dibiayai sudah terstandarisasi, sedangkan pada istishna objek yang dibiayai bersifat customized (harus dibuat terlebih dahulu)
- Pada Salam pembayaran oleh bank dibayar dimuka sekaligus, sedangkan pada istishna pembayaran oleh bank dapat dicicil/bertahap 2. Bagi Hasil/Untung
Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Mudharabah
b) Musyarakah
c) Rahn
a) Mudharabah
- dalam pembiayaan Mudharabah , bank bertindak sebagai pemilik dana (sahibul mal) dan nasabah sebagai pengelola usaha (mudharib)
- dalam fiqih klasik yang dibagikan adalah keuntungan (pendapatan dikurangi biaya), tetapi dalam praktik yang dibagikan adalah Revenue karena sulit untuk menemukan kesepakatan tentang biaya-biaya yang dikeluarkan nasabah
- Nisbah bagi hasil disepakati di muka termasuk bila terjadi kerugian
- dalam fiqih klasik, Mudharabah adalah akad yang modal dikembalikan ketika usaha berakhir. Dalam sebagian praktik perbankan syariah, modal yang digunakan nasabah dicicil untuk memudahkan pengembalian ketika Mudharabah berakhir
- dalam fiqih klasik, ketika usaha menemui kegagalan semua aset yang tersisa dijual dan dikembalikan kepada sahibul mal (Bank).
Dalam perbankan syariah nasabah selaku mudharib (pengelola usaha) masih diberi kesempatan untuk melanjutkan/memperbaiki usaha dengan penambahan modal dari bank b) Musyarakah
- dalam Musyarakah, bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang masing-masing memberikan dana untuk usaha
- pembagian keuntungan menurut kesepakatan dan apabila rugi dibagi menurut porsi modal masing-masing (proporsional)
- selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam manajemen sesuai kaidah musyarakah c) Rahn (gadai)
- adalah penyerahan jaminan untuk mendapat pinjaman
- Rahn dalam syariah dapat berbentuk:
- Fiducia: penyerahan barang, tetapi hanya dokumen yang ditahan. Barangnya masih dapat digunakan oleh pemilik
- Gadai : penyerahan barang secara fisik sehingga pemilik tidak dapat menggunakan lagi.
3. Sewa (Ijarah)
- Bila pembiayaan berdasarkan akad Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi sewa (mu’jir) dan nasabah selaku penyewa (musta’jir)
- Pada fiqih klasik, bank (pemberi sewa), bank harus memiliki barang sebelum menyewakan kepada nasabah (penyewa)
- Pada umumnya Bank tidak memiliki barang, tetapi menyewa dari pihak lain, kemudian menyewakan lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi selama tidak ada kaitan antara akad sewa pertama dengan sewa kedua
- Ijarah dalam bank syariah bisa disamakan dengan operating lease, bukan financial lease atau capital lease (lihat bahasan sewa guna usaha/leasing). Jadi bank bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang disewa
- Bila bank memiliki objek yang disewakan, maka bank dapat memberi Opsi bagi nasabah untuk memiliki objek yang disewanya. Ijarah jenis ini dinamakan Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik atau Ijarah wal Iqtina. Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik memakai 2 akad yaitu akad sewa dan janji (opsi) kepemilikan. Kepemilikan bisa dilakukan kalau masa sewa telah berakhir. Hal ini hampir sama dengan capital lease.
Jasa Perbankan
adalah pelayanan Bank terhadap nasabah dengan tidak menggunakan modal tunai. Atas jasa yang diberikan, bank akan menerima imbalan (fee).
Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:
a. Transfer (pengiriman uang)
b. Inkaso (pencairan cek)
c. Valas (penukaran mata uang asing)
d. L/C (Lettter of Credit)
e. Letter of Guarantee dll
Bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya.
Akad yang dipakai sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah:
1. Wakalah (Perwakilan)
Produk yang memakai akad ini: Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C
2. Kafalah (Penjaminan)
Produk yang memakai akad ini: Bank Guarantee, L/C, Charge Card
3. Hawalah (Pengalihan Piutang)
Produk yang memakai akad ini:Bill Discounting, Post Dated Check (cek mundur), anjak piutang
4. Sarf (Pertukaran mata uang)
Produk yang memakai akad ini: Jual beli Valuta Asing
Dalam perbankan syariah, jasa perbankan menggunakan dana/fasilitas bank sendiri, oleh karena itu pendapatan yang diperoleh dari penjualan jasa ini harus disendirikan atau tidak ikut dibagikan kepada pemilik simpanan.
Untuk mempermudah transaksi antar Bank dan antara Bank dengan Bank Indonesia seperti perbankan konvensional, , maka Bank syariah juga menggunakan produk Interbank.
Jenis Produk Interbank
a. Sertifikat Mudharabah antar Bank adalah instrumen pasar uang antar bank yang hanya dapat dijual satu kali kepada bank lain dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan
b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah instrumen Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam perbankan
c. Fasilitas pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank Indonesia bagi perbankan syariah untuk menutupi selisih posisi (mismatch).
Tags: Perbankan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Share your views...
0 Respones to "Bank Syariah"
Posting Komentar